Don't miss

Thursday, 25 December 2014

Perjalanan Menuju Sunia Loka


By on 12/25/2014 07:10:00 am

Ada yang tersisa dari kehidupan fana
Jejak, langkah dan perbuatan baik
Tidak hilang semua Dharma dan karma
Meski jasad telah hancur menjadi abu
Demikianlah ilmu yang bisa kita “baca” dari sebuah prosesi Ngaben





Mungkin memang beda cara dari satu keyakinan dan keyakinan lain
Tetapi, kesemuanya memiliki inti yang sama
Segala yang hidup akan kembali pada “kehidupan” abadi
Seperti yang tampak mata

Prosesi Ngaben sepertinya “menyakitkan” dan menyiksa jasad
Sebetulnya tidak begitu.
Ngaben bisa berarti upacara member bekal kepada Leluhur untuk perjalanannya ke Sunia Loka.

Dalam prosesi Ngaben terdapat berbagai rangkaian tatacara penatalaksanaannya.
Sebab penanganan mayat tidak sama antara yang meninggal di rumah dan yang meninggal di luar rumah (misal di Rumah Sakit atau akibat kecelakaan dan musibah lainnya)
Semua tata cara penanganan mayat tergantung tradisi setempat dan juga kasta masing-masing.

Dalam Ngaben ada istilah Papegatan dari kata pegat yang berarti putus. Maknanya adalah memutus berbagai hubungan duniawi termasuk hubungan dengan sanak saudara, memutus cinta dari kaum kerabat dan semua yang pernah berhubungan dengannya sewaktu di dunia.
Setelah upacara papegatan maka akan dilanjutkan dengan pakiriminan ke kuburan setempat, jenazah beserta Kajang akan dinaikkan ke atas Bade/Wadah, yaitu menara pengusung jenazah (hal ini tidak mutlak harus ada, dapat diganti dengan keranda biasa yang disebut Pepaga). Dari rumah yang bersangkutan anggota masyarakat akan mengusung semua perlengkapan upacara beserta jenazah diiringi oleh suara Baleganjur (gong khas Bali) yang bertalu-talu dan bersemangat, atau suara angklung yang terkesan sedih.

Di perjalan menuju kuburan jenazah ini akan diarak berputar 3x berlawanan arah jarum jam yang bermakna sebagai simbol mengembalikan unsur Panca Maha Bhuta ke tempatnya masing-masing. Selain itu perputaran ini juga bermakna:
Berputar 3x di depan rumah mendiang sebagai simbol perpisahan dengan sanak keluarga.
 Berputar 3x di perempatan dan pertigaan desa sebagai simbol perpisahan dengan lingkungan masyarakat.
Berputar 3x di muka kuburan sebagai simbol perpisahan dengan dunia ini.

;;; Saat Dadong Kumpi (Nenek Buyut) saya di Ubud meninggal, saya merekam prosesinya mulai dari Rumah sakit hingga ke pemakaman. Hanya waktu itu Dadong belum sempat di Aben, menunggu beberpa tahun lagi untuk rencananya diikutkan ngaben massal.
Cerita tentang meninggalnya Dadong Kumpi akan saya posting lain waktu.

#VD


Deezna Valeria

I'm An Indonesian Author, Novelist, Memoirist. Live In Jogjakarta

0 comments :