Ada yang
tersisa dari kehidupan fana
Jejak,
langkah dan perbuatan baik
Tidak hilang
semua Dharma dan karma
Meski jasad
telah hancur menjadi abu
Demikianlah
ilmu yang bisa kita “baca” dari sebuah prosesi Ngaben
Mungkin memang beda cara dari satu keyakinan dan
keyakinan lain
Tetapi, kesemuanya memiliki inti yang sama
Segala yang hidup akan kembali pada “kehidupan”
abadi
Seperti yang tampak mata
Prosesi Ngaben sepertinya “menyakitkan” dan menyiksa
jasad
Sebetulnya tidak begitu.
Ngaben bisa berarti upacara member bekal kepada
Leluhur untuk perjalanannya ke Sunia
Loka.
Dalam prosesi Ngaben terdapat berbagai rangkaian tatacara
penatalaksanaannya.
Sebab penanganan mayat tidak sama antara yang
meninggal di rumah dan yang meninggal di luar rumah (misal di Rumah Sakit atau
akibat kecelakaan dan musibah lainnya)
Semua tata cara
penanganan mayat tergantung tradisi setempat dan juga kasta masing-masing.
Dalam Ngaben ada istilah Papegatan dari kata pegat yang berarti putus. Maknanya adalah
memutus berbagai hubungan duniawi termasuk hubungan dengan sanak saudara,
memutus cinta dari kaum kerabat dan semua yang pernah berhubungan dengannya
sewaktu di dunia.
Setelah upacara
papegatan maka akan dilanjutkan dengan pakiriminan
ke kuburan setempat, jenazah beserta Kajang
akan dinaikkan ke atas Bade/Wadah,
yaitu menara pengusung jenazah (hal ini tidak mutlak harus ada, dapat diganti
dengan keranda biasa yang disebut Pepaga). Dari rumah yang bersangkutan anggota
masyarakat akan mengusung semua perlengkapan upacara beserta jenazah diiringi
oleh suara Baleganjur (gong khas Bali) yang bertalu-talu dan bersemangat, atau
suara angklung yang terkesan sedih.
Di perjalan menuju kuburan
jenazah ini akan diarak berputar 3x berlawanan arah jarum jam yang bermakna
sebagai simbol mengembalikan unsur Panca
Maha Bhuta ke tempatnya masing-masing. Selain itu perputaran ini juga bermakna:
Berputar 3x di depan rumah mendiang
sebagai simbol perpisahan dengan sanak keluarga.
Berputar 3x di perempatan dan pertigaan desa
sebagai simbol perpisahan dengan lingkungan masyarakat.
Berputar 3x di muka kuburan
sebagai simbol perpisahan dengan dunia ini.
;;; Saat Dadong Kumpi (Nenek Buyut) saya di
Ubud meninggal, saya merekam prosesinya mulai dari Rumah sakit hingga ke
pemakaman. Hanya waktu itu Dadong belum sempat di Aben, menunggu beberpa tahun
lagi untuk rencananya diikutkan ngaben massal.
Cerita tentang meninggalnya Dadong Kumpi
akan saya posting lain waktu.
#VD



0 comments :
Post a Comment