Teman-teman suka, gemar dan hobby membaca?
Saya suka.
![]() |
| LOve to Read |
Konon Sejak masih di dalam Rahim Ibu, beliau seringkali membacakan bacaan untuk saya. Mulai dari
Majalah Anita Cemerlang, Mimbar Agama Islam, berbagai Koran, Novel-novel
jadul, dan Apa saja yang bisa di baca.
Hasilnya, setelah
saya lahir ke Dunia efek kebiasaan Ibu itu terjadilah.
Kegemaran saya membaca ibarat tali pusat yang menghubungkan
saya dengan Ibu. Sulit dipisahkan meski ujud buku sudah mengenaskan.
Menurut Ibu, Saya lancar membaca saat usia 3,5 tahun. Lebih dulu
bisa ngomong daripada berjalan.
Dan di usia tujuh tahun saya bisa menulis
sebuah....katakanlah “novel imut” yang saya beri judul Meong Ireng dalam bahasaa
Indonesia diterjemahkan menjadi Kucing Hitam didalam buku Tulis Halus bergaris
lima atau enam itu. Melihat tulisan saya yang cekeran ayam. Maklumlah anak
masih seumuran itu, dan tulisan saya sudah tergolong bagus meski belum bisa
membedakan Huruf besar dan kecil. Ya, saya menulis dengan huruf besar semua dan
menabarak garis batas buku.
Didukung oleh profesi Ibu saya yang seorang Guru Sekolah
Dasar, saya tidak pernah kehabisan bahan bacaan. Kadang nama-nama muridnya yang
berderet rapi di buku absensi pun saya baca keras-keras.
Dan ketika diajak keluar kota, saya paling cerewet membaca
dan mengeja baliho dan papan reklame disepanjang jalan. Hal ini membuat Bapak
gemas, yang akhirnya jika mengajak saya pergi pasti selalu dibawain bekal
makanan sebanyak mungkin biar mulut saya diam. #padahal tetep cerewet meski
mulut penuh makanan.
Saat pulang mengajar, Ibu sering membawakan saya buku atau
majalah dari Perpustakaan Sekolahnya.
Ada kisah-kisah Nabi, legenda rakyat, trus cerita-cerita
klasik seperti seri Enyd Bliton dkk. Saya type pembaca yang mudah bosen. Jadi dibawakan
sepuluh majalah kisah nabi, hari itu juga saya selesaikan baca istilah jawanya “Ngedur”
supaya besok Pagi majalah itu dikembalikan Ibu dan saya akan dipinjamkan buku
lain lagi.
Diluar itu, saya juga memiliki seorang Budhe yang berprofesi
sebagai Pembuat Roti yang memiliki tujuh orang anak lelaki. Saya sangat akrab
dan dekat dengan sepupu-sepupu saya itu. ada salah dua diantaranya gemar mengkoleksi
majalah Bobo. Tapi kurang terawat. Majalah yang edisi lama dan nggak dibaca
kadang dipakai untuk bungkus Roti, atau alas Nampan.
Seminggu dua minggu saya dolan ke Rumah Budhe untuk
mengembalikan wadah kue atau Budhe yang kerumah mengantarkan kue untuk Ibu. Melihat saya yang selalu asik baca dengan
suara lantang budhe langsung jatuh hati. Sambil mengelus kepala saya, budhe
bilang akan membawakan majalah Bobo nanti.
Selang beberapa minggu Budhe menepati janjinya.
Saking Murah Hatinya
Budhe, beliau merelakan koleksi anaknya diwariskan pada Saya. Soalnya, kakak
sepupu saya (namanya Andik) itu kalau habis baca majalah Bobo trus disobekin
dibuat kapal-kapalan atau disobek-sobek dijadikan mainan cowok entahlah begitu.
Nah, melihat saya yang doyan baca, budhe saya berinisiatif
meloby mas Andik agar merelakan majalah yang sudah selesai dibaca untuk dibaca
saya. Awalnya niat mas andik minjemin, tapi karena saya “pinter” ngeles yang berujung pada rasa malas dan
nggak rela majalah diambil lagi sama yang punya akhirnya kakak sepupu saya itu
hilang ingatan..eh maksudnya Lupa.
Melihat reaksi saya yang agak ngotot dan cenderung memaksa
untuk memiliki majalah yang bukan hak saya, budhe yang berlangganan Nova
mendaftarkan saya untuk langganan Putera Harapan dengan maksud, nanti bisa di
barter dengan Bobo Miliknya Mas Andik. #hahaha
Pada akhirnya, baik Bobo maupun Putera Harapan di tambah Mentari
yang dibelikan Bapak semua menjadi hak milik saya yang Sah. Mas Andik sudah
naik kelas dan dia sudah bosan dengan Bobonya.
![]() |
| The Book is My Soul |
Dilimpahi Majalah bertumpuk-tumpuk itu meski sudah
kadaluarsa tanggal terbitnya tak membuat saya mati bosan. Saya justru tertarik
mengggunting gambar-gambar bagus untuk saya buat kliping. Waktu itu saya belum
ngerti hasil gunting menggunting ini namanya kliping. Tapi aktifitas itu nggak
bertahan lama sebab Bapak berinisiatif lain.
Majalah BoBo, Putera Harapan dan Mentari di kumpulkan di
sesuaikan tanggal terbit kemudian di Bendel Bapak pakai Staples dan Lakban
Hitam.
Sampai sekarang Bendelan majalah-majalah itu masih di simpan
rapi oleh Ibu dirumah.
Semoga masih awet hingga anak-anakku kelak lahir ke Dunia
ini. Ilmu akan terus bersambut dan saling Paut. Semoga.
bersambung....


0 comments :
Post a Comment