Sambungan yang kemarin ini yaks...
![]() |
| Take a Rest |
Nah, menginjak usia Sekolah Dasar saya makin Gila Buku. Sampai-sampai
penjaga Perpustakaan di Sekolah Saya Jengkel dan gemas dengan perilaku saya
yang _maaf_suka Ngutil Buku.
Mbah Latun
namanya, sudah Sepuh dan lumayan
galak. Beliau Guru kelas Satu sekaligus petinggi Perpustakaan Sekolah. Karena seniornya
para dewan Guru, mbah Latun sungguh luar biasa ketat mengawasi makhluk-makhluk
imut yang keluar masuk perpustakaan dan meminjam buku.
Syukur pada Tuhan, saya seringkali lolos dari sensor Mbah Latun karena “kepintaran” saya
meloloskan diri.
Tapi suatu hari saya kena juga. Waktu itu saya ngutil Buku Tini dan Tono. Buku bagus
itu sudah saya incar tiga hari sebelumnya dengan cara menyelipkan buku itu
disela buku referensi yang jarang dijamah orang. Ketika lonceng berbunyi, buku
Tono dan Tini lolos masuk kedalam ransel saya tapi mata saya sudah tertumbuk
lagi ke lain buku. sebuah buku
panjang setebal 1 cm lebih sedikit dengan gambar stupa-stupa indah berjudul
Mahabarata. Saya pingiiin sekali ambil itu juga, tapi ransel saya kekecilan. Akhirnya
saya cari cara lain dengan mnyembunyikan buku Mahabarata didalam rok merah saya
yang mekar.
Saya mulai mengendap-endap dengan cara “mbrangkang” menuju
pintu keluar. Saya menyusup kebawah meja biar nggak ketahuan Mbah Latun. Ketika
nyaris mencapai pintu keluar saya merassa ada yang menarik Rok saya. Langsung saja
saya diem. Nggak nengok, Cuma diem makclep!
“Diaaaan”...suara
Mbah Latun akhirnya sampi ke telinga saya.
Tanpa ekspresi dan hanya masih dalam posisi merangkak
menghadap pintu keluar tanpa menengok pun, saya menyahut panggilan Mbah Latun
dengan Bahasa jawa halus.
“Daleeem”
Sekali lagi Mbah Latun Memanggil Nama saya dan saya sekali
lagi menjawab dengan jawaban yang sama persis tanpa menoleh.
Lama-kelamaan saking capeknya dengkul ini, saya nyerah juga.
Dengan buku Mahabarata masih di dalam Rok yang saya pegangi dengan kedua tangan
imut saya. Saya nangis sekenceng-kencengnya.
Setelah Bapak Kepala sekolah datang dan menggendong saya. Saya
pun diijinkan membawa buku itu dengan sebelumnya saya ngisi daftar peminjam
dulu.
Di kelas Lima kejadian serupa terjadi lagi dan saya telanjur
di hapal oleh semua Guru kalau Tukang Ngutil Buku.
Di SMU kemudian Kuliah saya masih terus melanjutkan
Kebiasaan membaca itu. Tapi, episode
kutil mengutil sudah sembuh Total. Meski kadang ada juga niat ingin begitu
juga. Tapi kan malu udah tua masa ngutil. Kan bisa beli atau pinjam.
Jadilah di masa dewasa saya menjadi pelanggan Perpustakaan
baik milik pemerintah maupun non pemerintah.
Dan Alhamdulillah saya kini telah memiliki Perpustakaan
Pribadi di Rumah Orangtua saya sasna dengan koleksi Buku lebih dari 1000an
judul. Termasuk buku orangtua, adik-adik saya, buku saya sendiri. Semua buku
itu dari hasil beli sendiri, dihadiahi orang, menang sayembara dll.
Waktu Itu...Saat Menikah saya pun minta Mahar ke suami saya
berupa Buku dan diluluskannya permintaan saya itu dengan Mahar Buku berjumlah 8
Buah dengan harga masing-masing buku diatas 250ribu. #aku nggak malak loh, Pa!
Sewaktu Ngekos, saya pun memiliki Perpustakaan kecil
sendiri. Suami saya kurang begitu suka baca jadi saya harus toleran dengan
memberinya tempat lebih banyak untuk berekspresi. Kalau saya lebih baik ruangan
luas untuk Buku daripada hanya untuk
Tidur.
Terlepas dari semua kisah diatas, hingga detik ini saya
paling tidak suka dijuluki “Kutu Buku.”
Entah kenapa.

0 comments :
Post a Comment