![]() |
| I LOVE YOU
Hujan deras mengguyur Kota Tercintaku, Jogja Berhati nyaman
sejak kemarin.
|
Sebuah telepon masuk ke Ponsel saya usai subuh
“Doakan aku kuat,Mbak. aku ini sudah berumah tangga 34 tahun lamanya. Tiga
anakku dua diantaranya sudah menikah. tapi aku belum memiliki cucu dari kedua
anakku itu. Ya tidak apa-apa ya, mbak. Mungkin Gusti Alloh
memang belum ngasih.”
Dalam diam aku mengangguk.
“Mbak Diana...” lanjutnya kemudian.
“suamiku kenapa belum juga sadar,ya? Berbagai cara kulakukan.
Aku itu sudah mengalah ini itu. Sudah kupatuhi dia, tetap saja dia tak peduli
padaku. Sodara dan teman-temannya tetap yang jadi prioritasnya. Sebagai istri,
aku ini kurang sabar gimana, mbak?”
Mendengar itu, saya jadi “Horor” sendiri. Tapi, sungguh dalam hati
saya teriris-iris.
Huwaa ini aku bener-bener mbrebes mili loh ya, bukan lagi
teriak histeris menang tiket nonton konser. #hiks.
Barusan itu adalah seorang Ibu-Ibu yang sudah berumah tangga
selama 34 Tahun.
Beliau curhat tentang perilaku suaminya yang tak pedulian dan
selalu masa bodoh terhadapnya yang selama ini sakit. beliau sudah menopouse, dulunya kerja di Bank tapi udah pensiun gitu katanya. Akhir-akhir ini beliau sering mengeluhkan asam lambung naik dan asam urat. suaminya gak peduli saat beliau sakit (bahkan saat tidak
sakitpun).
Suaminya memiliki karakter yang luar biasa egois. Intinya,
kalo dinasehati marah, nggak dinasehati memendam amarah. Si Ibu telah menempuh
banyak cara untuk membawa suaminya ke jalan yang benar.
tapi si suami tak kunjung berubah. Semakin tua semakin
menjadi. Padahal para Bapak seusianya sudah pada tobat dan menunjukkan
kewibawaannya sebagai seorang yang memang “sepuh”.
#ealaah Gusti Alloh!
Mmm...
Panggil saja Namanya Bu Tatik.
Seorang wanita setengah baya yang kali pertama saya jumpai waktu Arisan
Ibu-Ibu Pkk di komplek perumahan di mana salah satu dari deretan rumah itu
tempat saya ngeKost.
Si Bapak alias suaminya adalah seorang pegawai Bank di sebuah
BANK Pemerintah yang lumayan tersohoor di negeri ini.
Meski ibu-ibu setengah baya, penampilan____saya panggil beliau
Jeng Tik____ini seperti ABeGeh. Ayu, modis, kulit mulus, penampilan bak
konglomerat. Masih muda aja gitu kesannya.
Setelah mengatur denyut jantung yang lumayan loncat-loncat,
Kujawablah telpon yang membabi buta di pagi itu dengan sesopan mungkin.
“Wealah
Jeng..saya ini siapa lhoo kok panjenengan curhat ke saya. Gak salah orang toh
ini?!”
Ucapku dengan sedikit kemayu biar kondisi gak tegang,guys.
Daan langsung dijawabnya dengan megap-megap.
“aku tuh mbak,
dari awal ketemu mbak Diana di arisan pertama beberapa minggu lalu, aku
langsung merasa cocok. Aku lebih sreg
gitu ngobrol ke mbak , lebih adem gitu daripada ke Bu
Ro-----(*Sensor)/seseorang yang lebih sepuh di Arisan Ibu-Ibu Pkk itu.”
#waduh ya! Kok pembandingnya Ibu itu sih. Jelas saya kalah
level tho ya.ya. wah Jeng Tik ini salah makan opo,je.
Temans,
Sungguh kehidupan berumah
tangga adalah kehidupan yang luarbiasa “Indah” dengan pernak-pernik yang juga
“menakjubkan”.
Hal yang dialami Jeng Tik
diatas dulu di awal menikah sayapun mengalaminya. Yang setelah ditelusuri
masalahnya ada pada tata cara “berkomunikasi” antara suami istri.
Banyak buku, banyak guru
menyinggung dan membahas persoalan ini. Komunikasi pasangan suami-istri,
orangtua dan anak, menantu dengan mertua dll.
Disini bukan kapasitas saya
untuk menguliti hal-hal seperti itu.
Hanya, saya ingin menorehkan
sedikit pengalaman yang mungkin bisa dijadikan “pelajaran” bagi pasangan muda
seperti saya.
Ketika dulu, suami saya mulai
terlihat karakter tidak baiknya, saya akan dekati dia pelan-pelan saya ajak
diskusi, meskipun ya masuk telinga kanan keluar telinga kiri.
Saya berusaha
ajak bicara baik-baik, sesopan dan sehalus mungkin, meski ujung-ujungnya di
dengerin dengan tidur atau pura-pura tidur. Andai dia tahu...#duh, sakitnya tuh
disini,Papa!
Yah, tapi biarlah.
Kadang
saya asal menyanyi lagu yang gak tau judulnya sambil bergaya
dengan mimic muka perpaduan antara kucing marah, macan lapar, dan tikus
kecemplung got demi membuat suami saya
ngakak, meski hasilnya nihil. #sabaarr..sabbaarr
Oke, Fixed Bye!
Awww bukaaan!
Enggak segitunya kali. Saya
tetep keukeuh berada di zona “pemenang” hehe.
Saya coba sabar-sabarin diri,
tabah-tabahin hati demi menjaga mulut saya tetep dalam intonasi yang lemah
gemulai memberi penjelasan dan mengajak diskusi suami.
Meski, yah disambut dengan
satu kata “ya” terus ditinggal pergi.
Oke, fine! Fine,pa!
rada tegang juga kayak mau genjatan senjata. saya kejar dia, keburu lari ke warung depan rumah. pelan-pelan saya rangkul bahunya.
"Sekarang yuk duduk lagi.
Berbincang yang enak."
(gaya seluwes mungkin kayak momong balita)
Saya akhirnya membuka dengan
sedikit dongeng.
Saya memosisikan diri sebagai
dia dengan tiga level, di bagian lain saya memosisikan diri sebagai diri saya sendiri
dan dengan tiga level juga.
Tiga level apakah itu?
Tiga level pertama adalah
saya berperan sebagai dia: seorang lelaki, seorang suami yang juga seorang makhluk
ciptaan Tuhan paling logis. (kaitannya dengan logika)
Tiga level Kedua adalah saya
sebagai Diri sendiri: seorang wanita, seorang Istri yang juga seorang makhluk
Tuhan paling seksi. (kaitannya dengan Perasaan)
Saya ajak suami saya
“menyelam” kedalam dua karakter tersebut dengan dihadapkan pada realita
kehidupan di luaran.
Beberapa hari sebelumnya,
suami saya pernah bercerita (*ini sih kalo bisa dianggap cerita,soalnya irit bingit deh dia ngomong)
Nah, saya akhirnya mengambil
setting itu dalam permainan peran dengan suami saya.
Saya ajak suami membandingkan
kehidupan rumah tangga kami dengan rumah tangga si kawan. (dalam maksud ujian
yang menimpa kami)
waktu itu saya ngomong begini
“Sebagai suami/lelaki/makhluk Tuhan paling Logis, saya akan
bersyukur memiliki istri sesalehah dan gak banyak menuntut. Istri oranglain itu
marah-marah dan sulit diatur suaminya, tapi istriku dengan rela hati justru
mengalah dan minta diatur. Istriku justru minta ijinku untuk bisa bekerja dari
rumah, ketika banyak para istri yang berlomba-lomba “memusuhi” suami demi
mendapat ijin bisa kerja keluar rumah. Mulai detik ini,
aku bertaubat, memohon ampun pada Tuhan, Orangtua, mertua dan istriku. Bahwa
selama ini aku sudah salah jalan. aku terlalu di dominasi egoisme seorang lelaki. yang ternyata itu sudah harus dikurangi setelah menikah. aku masih butuh bimbingan mereka semua. Aku masih butuh
kasih sayang mereka dan menyayangi mereka. Aku tidak mau keluargaku karut marut
seperti keluarga kawanku itu.”
“Sebagai Istri/Wanita/makhluk Tuhan paling seksi. Aku tetap bersyukur, diberi suami yang seperti ini, pendiam, cuek, pendendam, suka salah
paham (hiks). meski dia memiliki banyak kekurangan tapi dia baik hati, tulus
hati, “ringan tangan/suka membantu” pekerjaan intern istri. Andai suamiku bukan
dia, belum tentu aku diperhatikan dan dilimpahi kasih sayang seperti ini. Mulai
saat ini aku bertaubat pada Tuhan dan memohon maaf pada suami, orangtua dan
mertua dan memperbaiki kembali kepribadianku agar suamiku tidak dilaknat Tuhan
karena keegoisanku. Semoga keluarga kami sakinnah hingga ke akherat.Amiin.”
*** hasilnya, suami saya meneteskan airmata dan memeluk saya. Meski
tak satupun kata terucap. #Alhamdulillah
Intinya Komunikasi, perbaiki kesabaran, latihan dan latihan dan
terus belajar.
Sebab membentuk dan mengubah karakter itu tidak segampang membalik
telapak tangan. Berproses. Butuh waktu lama dan gak selalu mudah.
Trus, maksud loh mau instan?! Mau enaknya aja?!
langsung Tobat trus mak bedunduk glundung-glundung BERUBAH,getoh?!
Yo mustahil!
tetap sakinah ya semua!
#VD

0 comments :
Post a Comment